Kamis, 31 Maret 2011

Rumah Gadang Tertua Rusak....!!!


PADANG, KOMPAS.com — Rumah gadang Sambilan Ruang yang merupakan rumah adat Minangkabau tertua di Nagari Budaya, Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar), mengalami kerusakan karena kurang perhatian dan perawatan.

"Rumah gadang Sambilan Ruang (sembilan ruang) merupakan salah satu kekayaan situs bersejarah di Nagari Budaya Pariangan, tetapi kini mengalami kerusakan," kata peneliti arsitektur dari Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Bung Hatta, Dr Eko Alvares, di Padang, Jumat.

Ia menyebutkan, masyarakat Pariangan meyakini rumah gadang Sambilan Ruang merupakan rumah adat Minang tertua di nagari tersebut.

Menurut dia, faktor-faktor penyebab kerusakan rumah gadang tersebut, antara lain, karena sudah tidak dihuni lagi sehingga tidak ada perhatian untuk pemeliharaannya.

Selain itu, belum ada usaha untuk memperbaiki rumah gadang tersebut disebabkan rendahnya kemampuan ekonomi dan tidak adanya kesepakatan antara anggota keluarga pemiliknya untuk memperbaiki rumah.

Pada bagian lain, tambahnya, banyak rumah gadang di Sumbar ditinggalkan penghuninya akibat berbagai faktor perkembangan kehidupan. Padahal, bangunan adat tersebut dibangun dengan desain tahan gempa.

"Salah satu penyebab banyaknya rumah gadang ditinggalkan penghuninya karena masyarakat Minang kini cenderung ingin memiliki rumah sendiri yang terpisah dari rumah kaumnya (rumah gadang, red)," kata Eko Alvares.

Menurut dia, rumah gadang merupakan salah satu pengikat kaum adat masyarakat Minangkabau, tetapi perkembangan zaman menyebabkan bangunan khas budaya ini sudah banyak ditinggalkan.

Hal ini menyebabkan banyak warga ingin memiliki rumah sendiri terlepas dari rumah kaumnya karena rumah gadang dinilai sudah tidak mampu lagi menampung sejumlah aktivitas masing-masing anggota keluarga penghuni.

"Selain itu, kurangnya kemampuan materi para pemilik rumah gadang untuk memperbaiki atau membangun rumah sejenis yang baru," tambahnya.

Ia mengatakan, kondisi ini cukup disayangkan, apalagi arsitektur Minangkabau dalam bangunan rumah gadang mengadopsi teknik bangunan tahan gempa.

"Para pakar arsitektur selama ini mengenal rumah gadang merupakan salah satu bangunan dengan konstruksi tahan gempa," tambahnya.

Tahan gempa ini karena arsitektur rumah gadang memiliki keunikan bentuk pada atap yang menyerupai tanduk kerbau yang dibuat dari bahan ijuk. Bentuk badan rumah segi empat dan membesar ke atas (trapesium terbalik).

Ia menambahkan, atap rumah gadang melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau yang sisinya melengkung ke dalam, sedangkan bagian tengahnya rendah seperti perahu dan secara estetika merupakan komposisi yang dinamis.

"Desain bangunan seperti ini menurut para ahli arsitektur merupakan kontruksi bangunan tahan gempa," katanya.

Tak Ada Lagi Rangkiang di Rumah Gadang.....


PADANG, KOMPAS.com — Masyarakat, terutama petani di Sumatera Barat (Sumbar), kini tidak lagi menyimpan hasil panen di rangkiang (bangunan lumbung padi, red) yang dibangun di halaman rumah gadang (rumah adat Minangkabau).

Petani Sumbar kini lebih memilih rumah mereka yang baru sebagai tempat menyimpan hasil panen karena merasa lebih aman dibanding menyimpan secara tradisional di dalam Rangkiang. Demikian kata peneliti arsitektur minang dari Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Bung Hatta, Dr Eko Alvares di Padang, Senin.

Perubahan ini menjadi salah satu dari mulai banyaknya terjadi perubahan pada ruang luar rumah gadang.

Padahal, secara tradisional, rangkiang dibangun sebagai pendukung ruang luar rumah gadang yang berfungsi untuk menyimpan padi atau panen lainnya. Hasil panen disimpan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sampai panen berikutnya.

Ia menjelaskan, dari sisi fungsinya, rangkiang merupakan elemen penting dari rumah gadang. Namun, dengan perubahan tempat menyimpan hasil panen, membuat rangkiang tidak lagi digunakan dan dibiarkan tanpa perawatan.

Tidak terawatnya salah satu bangunan pendukung rumah adat Minangkabau itu juga menunjukkan kurangnya perhatian dan pengetahuan masyarakat Minang di daerah terhadap pelestarian rumah gadang.

Kondisi itu juga bagian dari telah banyaknya perubahan pola ruang luar rumah gadang saat ini.

Ruang luar adalah ruang yang terjadi dengan membatasi alam dan dipisahkan dari alam dengan memberi frame, dalam arti kata sebagai lingkungan luar buatan manusia yang merupakan arsitektur tanpa atap.

Akan tetapi, saat ini telah banyak terjadi perubahan pola ruang luar rumah gadang karena kurangnya perhatian dan pengetahuan masyarakat Minang di daerah terhadap pelestarian rumah adat Minangkabau ini.

Perubahan ini, antara lain mulai banyaknya rumah hunian atau bangunan lain seperti warung, kamar mandi, dan WC di halaman atau di sisi rumah gadang.

Menurut dia, rumah gadang juga mulai ditinggalkan sebagai awal dari perubahan pola ruang luar rumah adat tersebut.

Ia mengatakan, salah satu penyebabnya, munculnya tren kehidupan baru pada masyarakat Minang di perkampungan dengan mulai terpengaruh gaya hidup orang kota yang cenderung individual dan menggunakan teknologi modern.

Tren tersebut memberikan dampak bagi korelasi negatif terhadap rumah gadang dengan rumah baru, dimana rumah gadang yang lebih dulu berdiri kini hanya sebagai hiasan dan saksi bisu berdirinya rumah-rumah baru.

Korelasi seperti itu akan memberikan dampak bagi kelangsungan rumah gadang dimana rumah baru justru dibangun pada bagian depan atau di samping rumah gadang.

”Penempatan rumah baru yang kurang bersahaja ini tentu sangat mengganggu pola luar rumah gadang,” kata Dr Eko Alvares.

Sabtu, 12 Maret 2011

Arsitektur Unik Desa Masouleh

Sebuah desa di Provinsi Gilan, Iran, yang didirikan pada abad ke 10 serta terletak di ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut di wilayah pegunungan Elburz dekat pantai selatan Laut Kaspia.

Desa pertama Masouleh didirikan sekitar tahun 1006, terletak sekitar 6 km barat daya dari lokasi desa saat ini. Desa pertama tersebut disebut Old-Masouleh atau Masouleh Tua (Kohneh Masouleh dalam bahasa Persia).

Akibat wabah penyakit dan diserang desa tetangga, para warga pindah ke lokasi desa saat ini. Sebuah sungai yang bernama Masouheh-Rood-Khan membelah desa, dengan aliran air yang berasal dari air terjun setinggi 200 meter yang berada jauh dari desa. Masouleh juga dikelilingi oleh hutan perbukitan dan pegunungan, dengan kabut yang selalu menghiasi desa tersebut

Arsitektur Masouleh terbilang unik. Bangunannya didirikan menempel pegunungan dan saling berhubungan. Halaman dan atap bangunan, berfungsi sebagai jalan. Masouleh tidak mengijinkan kendaraan bermotor untuk masuk, karena tata letak yang unik. Ini adalah satu-satunya desa di Iran dengan larangan tersebut selain karena memang jalanan yang kecil dan banyak anak tangga, sehingga tidak memungkinkan kendaraan untuk masuk.

Sebagian besar bangunan di Masouleh dilapisi tanah liat berwarna kuning, agar bisa dilihat lebih baik dalam kabut yang menyelimuti. Arsitektur spektakuler Masouleh dikenal sebagai "halaman di atas bangunan adalah atap di bawah bangunan".

Kebanyakan bangunan terdiri dari dua lantai (lantai satu dan lantai di bawahnya). Lantai satu umumnya terdiri dari sebuah ruang keluarga kecil, ruang tamu besar, ruang musim dingin, ruang serba guna, WC dan balkon. Sedangkan di lantai bawah, terdiri dari lemari dan gudang. Kedua lantai terhubung oleh beberapa anak tangga sempit di dalam bangunan.

Ada empat komunitas lokal utama di desa tersebut, yaitu "Maza-var" (samping Masjid) di selatan, "Khana-var" (samping rumah) di Timur, "Kasha-sar" (berbaring di atas) di Utara, dan, "Assa-Mahala" (masyarakat Assad) di Barat.

Ternyata, pusat desa tersebut adalah sebuah Pasar (Bazaar) dan juga sebuah masjid utama bernama "O-ne-ben-ne-Ali". (wartanews)