Kamis, 15 Juli 2010

Suwarno Soepeno dan Gedung Pencakar Langit

Suwarmo Soepeno adalah arsitek spesialis gedung tinggi. Ia banyak menggarap gedung-gedung tinggi di Jakarta, seperti Grand Hyatt Hotel, Sahid City, Gedung BTN Harmoni, dsb. Sebagian karyanya juga tersebar di luar negeri, antara lain di Australia. Sekelumit soal profilnya: Ia rajin memperjuangkan UU Profesi arsitek (Architect Act), Beliau adalah Anggota Dewan Keprofesian di IAI, Pendiri Biro Arsitek Parama Loka, perusahaan yang didirikannya, yang telah melahirkan banyak gedung tinggi di Indonesia. Ia juga lama berprofesi sebagi arsitek di Australia, selain anggota IAI. Ia juga anggota RAIA (IAI-nya Australia). Ia termasuk arsitek Generasi kedua, pernah kuliah di ITB tapi menyelesaikan studinya di Melbourn University.

Di lingkungannya, Suwarmo Soepeno dikenal sebagai arsitek spesialis gedung tinggi. Puluhan gedung telah dibangunnya. Mulai dari Hotel Bumi Hyatt Surabaya, Tunjungan Plaza Surabaya, Plaza Indonesia, Grand Hyatt dan Regent Hotel ketiganya di Jakarta hingga kantor-kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di luar negeri seperti Papua Nugini, Singapura, Pakistan, Srilanka, dan Philipina.

Ia sendiri mengaku bukan spesialis gedung tinggi. Ia pernah membangun ratusan unit perumahan sederhana (Permunas), rumah-rumah biasa hingga apartemen mewah. Sebagai arsitek, ia tetap harus dapat membangun segala bentuk bangunan dan hal itu adalah salah satu tantangannya. Hanya saja, pasar telah membuka kesempatan bagi Suwarmo untuk membangun gedung-gedung tinggi. "Dan peluang itu yang kami cari dan terus kami kembangkan," katanya soal kesempatan merancang gedung tinggi yang pernah dikerjakannya.

Mendesain gedung tinggi bukan pekerjaan baru bagi arsitek yang masih enerjik di usianya yang sudah melampaui setengah abad ini. Begitu pula dengan mengerjakan proyek di luar negeri. Selulusnya dari School Architect Melbourne University (1969), peraih beasiswa Colombo Plan yang mengawali pendidikan arsitekturnya di Institut Teknologi Bandung (1961-1963) ini menghabiskan masa mudanya sebagai arsitek di Australia.

Enam tahun di sana, pengalamannya cukup padat. Selain menghasilkan banyak gambar bangunan, ia juga berpengalaman menggarap proyek arsitek yang dikerjakan bersama arsitek dari perusahaan lain. Pengalaman lainnya, tak sedikit pula perusahaan arsitek yang telah dijelajahinya. Ia memang kerap berpindah-pindah kerja, tapi ada satu hal yang tak mungkin bergeser dari keyakinan hidupnya: arsitek yang berhasil adalah arsitek yang mampu bekerja sama. "Saya melihat kebanyakan arsitek Indonesia arogan. Mereka merasa rendah kalau karyanya di kolaborasi dengan biro atau pihak lain," kata penggemar golf yang kini menjabat Ketua I Ikatan Arsitek Indonesia ini.

Menurut Suwarmo, ada dua aliran yang menjadi prinsip hidup seorang arsitek. Pertama adalah arsitek yang cenderung bekerja sendiri, dan yang kedua adalah arsitek yang lebih senang bekerja dengan kelompok. Belajar dari pengalaman bekerja di Australia yang terbiasa menggarap proyek arsitek bersama-sama, Suwarmo memilih prinsip yang kedua dan prinsip itulah yang diyakini menjadi penuntunnya menuju gedung-gedung yang telah berdiri di banyak tempat, di banyak negara.

Selepas menimba pengalaman di Australia, Suwarmo kembali ke Jakarta (1974) dan mendirikan perusahaan arsitek PT Parama Loka Consultant. Ia menjadi presiden direkturnya. Ketika itu, perusahaan ini masih kecil. Karyawannya hanya beberapa orang saja. Proyek-proyek awalnya adalah bangunan industri, seperti pabrik-pabrik di beberapa tempat di Pulau Jawa.

Dari bangunan pabrik, proyek Suwarmo berkembang menjadi bangunan perhotelan. Hotel pertama yang "dirakitnya" adalah Hotel Bumi Hyatt Surabaya (1978-1979), yang arsitekturnya dikerjakan bersama perusahaan Amerika. Proyek berikutnya adalah membangun Wisma Bakrie (1980), yang dianggapnya sebagai sebuah bangunan dengan arsitektur yang cukup memikat. Gedung itu dirancang dengan desain yang mampu memanfaatkan udara dan cahaya alam secara optimal, sehingga konsumsi energinya menjadi hemat sebuah konsep nyaris dilupakan banyak arsitek lokal pada waktu itu. Caranya dengan membuat kisi-kisi di luar bangunan, yang juga sekaligus berfungsi mengurangi efek radiasi dari sinar matahari.

Dasawarsa 1990-an adalah puncak suksesnya. Setelah berpengalaman membangun hotel-hotel dan perkantoran, ia mulai merambah ke sektor gedung perbelanjaan. Tunjungan Plaza I Surabaya dan Plaza Indonesia di Jakarta, adalah proyek shopping mall pertama yang dikerjakannya. Belakangan hari, ia juga berkesempatan merancang bangunan apartemen, seperti Apartemen Sahid dan Apartemen Semanggi\--\keduanya di Jakarta. Kini Parama telah membengkak menjadi perusahaan besar, dengan jumlah karyawan yang mencapai ratusan orang.

Menurut Suwarmo, kiprahnya di sektor bangunan apartemen juga menjadi pengalaman yang menarik. Bagi Parama, perusahaan yang dipimpinnya, kesempatan membangun apartemen menjadi kebanggaan tersendiri. Sebab, pada tahun itu, hampir 90 persen apartemen yang dibangun di seluruh Indonesia dibuat oleh perusahaan konsultan asing. "Pada saat itu kami dapat menyakinkan para pengusaha bahwa arsitek lokal juga dapat membangun bangunan seperti itu, dan terbukti kami dapat membangunnya," katanya.

Sebagai arsitek, merancang bangunan tinggi tentu akan menghasilkan kepuasan tersendiri. Dan Menara Sahid adalah bangunan tertinggi yang pernah dirancangnya, sekaligus rancangan yang paling menantang. Bayangkan saja, bangunan itu didesain dengan 37 lantai dan bangunan bawah tanah (basement) lima lantai.

Sayangnya, proyek ini harus berhenti ketika jumlah lantai yang berhasil ditata baru 12 buah. Padahal, rancangan bangunan itu sangat istimewa dan hasilnya sangat dinanti-nanti. Proyek ini merupakan hasil karya arsitek lokal yang dibangun dengan sistem top-down. Basement dibuat tidak dengan melalui penggalian terbuka. Lantai dasar dibangun dulu, kemudian diikuti dinding kelilingnya. Setelah tahap itu selesai, barulah tanahnya digali. Tiang-tiang penyangga didirikan. Ini dilakukan lantaran keterbatasan lahan. "Apalagi kita melihat dikiri-kanan bangunan telah berdiri bangunan-bangunan tinggi lainnya. Dengan cara ini kontur dan pondasi bangunan di sekelilingnya tidak terganggu sedikit pun," katanya.

Grand Hyatt Hotel juga mempunyai karakter arsitektur yang menarik. Suwarmo harus mendesainnya dengan pendekatan lingkungan. Sejak 1970, lokasi Bundaran Hotel Indonesia yang terletak berdekatan dengan bangunan yang dirancangnya itu, memang dikenal sebagai sumber kemacetan. Karena itu, ia menata pintu keluar dan pintu masuknya tak bermuara di Bundaran HI, melainkan di belakangan hotel yang tetap mudah diakses. "Memang tidak dapat mengurangi kemacetan, tapi setidaknya tidak menambah keruwetan di sekitar HI," katanya.

Puluhan tahun berpengalaman membangun gedung tinggi, Suwarmo punya referensi yang cukup untuk menilai gedung-gedung di Indonesia. Katanya, banyak bangunan yang tidak efisien. Efisien di sini salah satunya adalah biayanya yang terlalu mahal, sedangkan si pemilik ingin mendapatkan pengembalian investasi dalam waktu yang sependek mungkin. Jadi, seorang arsitek memang harus pandai dan jeli dalam merancangnya, agar bangunan itu efisien, fungsional, dan mudah dipelihara. Agaknya, ini adalah resep sukses Suwarmo berikutnya, selain berprinsip ringan tangan dengan pihak lain. (TEMPO)

Jumat, 02 Juli 2010

GREKO-ROMAN, TEORI ARSITEKTUR YANG MUNCUL SEPANJANG ZAMAN

Selain ruang, bentuk dan fungsi berupa pendekatan metafisika dalam arsitektur teori arsitektur yang abadi dan muncul sepanjang zaman dalam konteks seni bangunan adalah Klasikisme Arsitektur. Membicarakan Klasikisme Arsitektur berarti membicarakan Historism dalam arsitektur yang terjadi di daratan Eropa pada beberapa putaran zaman, yaitu dari zaman Yunani dan Romawi.

Sempat tenggelam pada abad pertengahan yaitu zaman mulai jatuhnya kekaisaran Romawi Bagian Barat tahun 476 M sampai direbutnya Constantinopel (Istambul) oleh bangsa Turki tahun 1453 M, sepuluh abad yang memisahkan Zaman Kuno dengan Zaman Dunia Baru dengan dimulainya pelayaran menemukan dunia baru dan ditemukannya Benua Amerika oleh Christopher Columbus tahun 1492. Kemudian kembali muncul setelah perang Italia dengan kelahiran Gerakan Renaissance gerakan kembali kesenian-budaya Yunani dan Romawi pada abad 15 dan 16 yang bermula di Italia, kemudian ke seluruh daratan Eropa.

Sejatinya sebelum Renaissance, pada tahun 1334 Arsitektur telah dikatakan sebagai "Ibu dari Seni" dan telah muncul tokoh Renaissance pertama di bidang arsitektur yaitu Filippo Bruno leschi (1377-1446) seorang arsitek, pelukis, pematung, ahli teknik dan ahli matematika. Tahun 1413 Brunoleschi menemukan teknik penggambaran perspektif di Florece yang diterapkan pada desain 'Florence Katedral' (Santa Maria del Fiore) dengan bentuk kubah yang sangat kental dengan sentuhan Renaissance dan Gothic.

Dasar Klasikisme Arsitektur ini juga telah dirumuskan oleh Marcus Vitrivius Pollio pada abad pertama sebelum masehi. Karya asli yang berjudul 'De Architettura Libri Dacem' ini pernah hilang. Pada tahun 1414 Pagio Bracciolini menemukan manuskrip asli Vitrivius ini di perpustakaan Saint Gall Monestry. Oleh Bracciolini temuan manuskrip ini diserahkan kepada Leone Batista Alberti, seorang arsitek, ahli sastra dan budaya klasik Yunani. Pada tahun 1485 Alberti menerbitkan kitab yang berdasarkan karya Vitrivius itu dengan judul De Re Aedificatoria

(Masalah tentang arsitektur) sebagai karya posthumous di Florence.

Leone Batista Alberti merumuskan bahwa arsitektur Greko-Roman itu terdiri dari bentuk dasar, berpediment, bentuk lengkung, kubah dan kolom-kolom. Salah satu karya arsitektur dari Alberti adalah Gerja St. Andrea di Mantua, Italia, tahun 1472. Pada tahun 1564 Giocomo Barozi di Vignola mengembangkan pengetahuan ini.

Kitab Leone Batista Alberti ini sangat popular ketika Andrea Palladio (1508-1580) mengembangkan isinya pada tahun 1570 di Vicenza yang berjudul 'Quattro Libri di Architectura' yang terdiri dari 4 buku. Pada abad XVII gaya arsitektur yang terinspirasi dari karya Andrea Palladio (1508-1580) ini popular di Inggris yang dikembangkan oleh arsitek Inggris kawakan, Inigo Jones (1573-1652) yang pernah belajar pada Palladio, kemudian di Amerika sehingga dikatakan sebagai aliran Palladianism.

Salah seorang murid Palladio, Vicenzo Scamozzi (1552-1616) mengembangkan ajaran Palladio tersebut dalam bukunya 'Idea de l'Architectura Universale' tahun 1615. Ajaran ini juga merujuk

kepada tulisan Giorgio Vasari Le Vite de'piu eccelenti Architetti, Pittori, et Scultori Italiani (Lives of the Painters, Sculptors and Architects) yang terbit tahun 1550. Vasari dikenal sebagai teman dekat dari Leonardo da vinci.

Dalam tulisan Vasari ini juga diungkapkan tentang lukisan Mona Lisa yang monumental. Lukisan ini diselesaikan oleh Leonardo da Vinci selama 4 tahun (1503-1507) yang merupakan

pesanan. Mona Lisa adalah istri dari Florentine Francesco del Giocondo. Leonardo da Vinci mengatakan bahwa lukisannya tersebut belum selesai sebagaimana dengan banyak lukisan dia lainnya dan dia membawanya ke Perancis dan dibeli oleh Francis I untuk dipajang di Louvre.

Menurut Vitrivius ada tiga unsur yang merupakan faktor dasar dalam arsitektur yaitu strength(kekuatan), beauty(keindahan) dan convenience (kenyamanan) yang akan mempengaruhi efek estetis dalam seni bangunan. Vitrivius juga merumuskan kembali prinsip-prinsip proporsi, komposisi dan presisi dari zaman yunani kuno yang disebut Entasis.

Sumber inspirasi utama Vitrivius adalah ornamen-ornamen arsitektur pada bangunan-bangunan zaman Yunani Purba yang banyak dibangun pada masa kepemimpinan Kaisar Pericles (495-429 SM) di Athena dari Dinasty Hellenislic.

Ciri-ciri yang menonjol secara fisik dari teori arsitektur klasikisme ini adalah berupa ornamen-ornamen yang terdapat pada kolom-kolom pada bangunan. Dimana bentuk kolom-kolom tersebut dalam arsitektur disebut sebagai Orde. Ada lima Orde dalam arsitektur yang dikenal sampai sekarang yaitu, Tuscan, Doric, Ionic, Corinthian dan Composit. Orde Tuscan, berasal dari kuil-kuil Etruscan yang merupakan bentuk paling primitif dari ornamen kolom.

Orde Doric, berasal dari kelompok suku bangsa Doria (turunan Italia dan Sisilia), bentuk dari orde doria keliatan kokoh, kuat, sebagai lambang kekuasaan. Orde Ionoc, berasal dari suku bangsa Ionia (Turunan Asia Kecil). Orde Korinthian, merupakan hasil ambisi dari kaum aristokrat kota Korhintia yang kaya dan makmur pada abad 5 SM. Orde Komposit, merupakan perpaduan dari Orde Korhintian dan Ionic sehingga keliatan lebih mewah dan anggun.

Pemakaian orde-orde inilah yang merupakan ciri utama bangunan bergaya Greko-Roman yang selalu muncul sepanjang zaman bahkan sampai kini, dan ini bisa dilihat dari perjalanan perkembangan arsitektur dari zaman ke zaman dari situs-situs arsitektur yang masih ada sampai sekarang. Walaupun diselingi oleh kemunculan Gaya Gothic, Romanesque, Victorian, Moderns sampai Gaya Deconstruction (1989), tapi daya tarik Greko-Roman ini selalu muncul kembali dan hampir melanda seluruh permukaan bumi. Sehingga pengaruh Greko-Roman ini dikatakan sebagai 'Teori Historism dalam Arsitektur'.

Istilah Greko-Roman lahir pertama kali atas kesepakatan kongres para arkeolog di Caen, Perancis tahun 1825 dengan sebutan 'Grieken Romaneschestijl'. Pengaruh terakhir dari Greko-Roman ini terhadap perkembangan gaya-gaya arsitektur terjadi pada periode Gaya Postmodern dalam arsitektur, sehingga sering juga disebut sebagai 'Postmodern-Classicism Architecture'.

Beberapa bangunan terkenal sepanjang masa yang banyak memakai orde-orde ini antara lain; Colloseum dan Pantheon di Roma, Mesjid Sulaymanae di Istambul Turki, Le Lovre di Paris. St, Peter's di Roma, Bahkan Gedung Putih di Washington dan tak ketinggalan Istana Negara di Jakarta. Greko-Roman dengan tampilan orde-orde ini adalah ornamen arsitektur yang tidak mengenal batas-batas kultural dan menembus zaman. Mulai dari bangunan Keagamaan, Istana Pemerintahan, bahkan sampai kerumah-rumah penduduk di pelosok.

Di Indonesia, pengaruh Greko-Roman terjadi pada pertengahan Abad XVII dimana mulai dibangunnya rumah-rumah mewah dan besar (Landhuizen) milik para pejabat tinggi VOC. Arsitektur rumah-rumah tersebut berbentuk bangunan Indhies dengan pemakaian kolom-kolom berorde pada fasade bangunan.

Ada beberapa bangunan peninggalan colonial ini yang masih terlihat sampai sekarang yang umumnya memakai kolom-kolom berorde dorik antara lain; Istana Merdeka merupakan bekas Istana Gubernur Jenderal di Riswijk, Gedung Juang 45, Istana Bogor, Klenteng Sentiong, Gedung Pancasila, Museum Nasional (Museum Gajah), dan juga di beberapa kota besar lainnya di Indonesia.

Sedangkan yang berornamen kolom orde komposit yang merupakan gabungan dari orde korhintian dan ionic dapat dilihat pada kolom-kolom bangunan Keraton, seperti pada Gedung Agung Yogyakarta, Gedung Pagelaran Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Ornamen pada kolom-kolom jati ini terbuat dari besi cor dan dibawa lansung dari jerman yang merupakan produksi dari pabrik Kupp.


Pengaruh Greko-Roman dalam arsitektur ini tidak mengenal batas-batas golongan masyarakat dan sangat bersifat egaliter dan menembus segala zaman. Mulai dari bangunan-bangunan Negara,istana, bangunan keagamaan bahkan pada rumah-rumah penduduk yang terdapat digang-gang sempit. Inilah peradaban manusia pertama yang sangat mendunia, jauh sebelum era blue-jeans, Coca-cola dan Mc-Donald!

(TEMPO)

Corbusier "Perekat Kultur dan Arsitektur"

Lahir:
La Chaux-de-Fonds, Swiss, 6 Oktober 1887 dengan nama Charles-Edouard Jeanneret-Gris
1908
Bekerja di studio milik Josef Hoffmann, Vienna
1920
Mengadopsi nama kakek dari garis ibu, Le Corbusier, sebagai nama bisnisnya di dunia arsitektur
1923
Mempublikasikan buku Towards a New Architecture
1950-1951
Membuat rencana pembangunan kota Chandigarh, India
1951-1955
Membangun kapel di Ronchamp, Prancis
1965
27 Agustus, meninggal di Roquebrune, Prancis

Le Corbusier sangat mencitai Manhattan. Ia sangat menyukai modernisasi, gedung-gedung besar dan tinggi, seperti yang terlukis di Manhattan. Karya-karyanya banyak tersebar di Amerika dan kerap menjadi berita. Acap akan diadakan pembangunan gedung baru, desain-desain Le Corbusier seringkali dijadikan referensi. Corbusier adalah arsitek besar yang gemar merancang gedung-gedung tinggi dan besar. Di Paris, ia pernah mendesain pusat kota dengan gedung-gedung yang besar, dan kemudian menjadi berita juga.

Le Corbusier terlahir sebagai Charles-Edouard Jeanneret-Gris lahir di La Chaux de Fonds. Ia lahir di Swiss pada 1887. Berbekal pendidikannya sebagai seniman, ia mulai melakukan studi kerja secara rutin ke Jerman dan Eropa Timur. Di Paris, ia sempat belajar seni di bawah bimbingan Auguste Perret. Salah satu poin penting yang didapatnya dari Perret, adalah pelajaran mengenai kultur dan seni kehidupan di sebuah kota, yang merupakan bagian terpenting dalam kegiatan seni, termasuk arsitektur.

Le Corbusier nama yang disandangnya sejak awal dasawarsa 1920, yang merupakan nama kakek dari garis ibu memang menjalani banyak kegiatan di bidang kesenian. Tapi dunia seni yang paling memikat hatinya adalah arsitektur dan kesenian yang berkaitan dengan alam. Ia suka dengan gagasan yang natural. Salah satu karyanya yang merupakan refleksi kecintaannya pada alam, adalah Maison-Domino. Bangunan ini merupakan prototipe untuk produksi massal, yang didesain tanpa pilar-pilar dan lantai yang rigid.

Pada 1917, seiring dengan konsep alam yang ditekuninya, Le Corbusier menerbitkan buku di Paris, yang diberi judul Vers une Architecture, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Towards a New Architecture. Buku ini berisi buah pikirannya mengenai arsitektur modern yang dikaitkan dengan arsitektur masa silam. Lingkungan dan budaya dalam arsitektur juga banyak dikemukakan di dalamnya. Untuk memperkaya tulisannya, Le Corbusier mengilhami tulisannya dari L'Esprit Nouveau.

Pada 1922 Le Corbusier bekerja bersama pamannya, Pierre Jeanneret. Ia banyak belajar mengenai desain-desain individu, seperti merancang kompleks bisnis dan pertokoan. Dari sana pula, ia mulai membuat konsep mengenai bentuk fisik yang ideal dari sebuah bangunan yang disebutnya sebagai a machine for living in konsep desain yang diaplikasi untuk rumah tinggal. Gagasannya sendiri mencuplik kegiatan alam: sebuah karya arsitektur harus dapat menjadi angin, laut dan matahari yang sangat diperlukan bagi kehidupan alam. Karena itu, keseimbangan adalah bagian terpenting dalam arsitektur dan sebuah kultur juga tak dapat diabaikan dalam seni membuat bangunan.

Ketika Perang Dunia ke-2 meletus, seluruh aktivitas bisnis berhenti, termasuk kegiatan arsitektur. Untuk mengisinya, Le Corbusier melahirkan beberapa teori mengenai arsitektur dan mimpi-mimpi lain mengenai desain sebuah bangunan, yang dituangkan melalui bentuk miniatur. Setelah perang berakhir, ia mulai merealisasikan mimpinya yang terpendam selama perang, dengan membangun Unite d’habitation pada 1947. Keunikan desain bangunan ini terletak pada atapnya yang diukir dengan dinding tinggi beraneka warna, yang kemudian begitu populer tapi banyak pula dikritik karena desainnya yang kurang lazim. (TEMPO)

Marco Kusumawidjaja "Aktivis Pusaka Arsitektur"

Marco Kusumawijaya adalah arsitek yang banyak menyuarakan kelestarian arsitektur di Indonesia. Ia misalnya, sangat getol mengkritik kebijakan Gubernur DKI Sutiyoso mengenai tata kota Jakarta. Bulan lalu, bersama Forum Arsitek Muda Indonesia, ia menolak pembangunan Pasar Seni Jagat Jawa di Candi Borobudur, Jogjakarta. Marco Kusumawidjaja lebih dikenal sebagai aktivis ketimbang seorang arsitek. Beberapa pekan lalu ia menolak pembangunan Pasar Seni Jagat Jawa di Candi Borobudur. Kritik itu disampaikan karena ia menilai banyak kebijakan pemerintah yang tak sesuai. Untuk bidang arsitektur misalnya, ada kebijakan tetapi selalu dilanggar dengan alasan mengikuti perkembangan jaman. Menteng misalnya, kini kondisinya tak beraturan. Banyak toko dan area bisnis di daerah perumahan. Padahal, Menteng adalah kawasan yang dilindungi. "Saya tak mengerti bagaimana bisa dapat ijin," ujar Marco, pria yang pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Selain itu, banyak pula arsitektur peninggalan jaman dahulu yang juga ikut diubah penataannya karena perkembangan jaman yang dibuat oleh pemerintah sendiri. Bangunan itu, seperti yang terdapat di kawasan Kota Tua, dirobohkan dan diganti dengan bangunan baru. Alasannya semata-mata demi pertimbangan bisnis dan ekonomi. Celakanya, kadang-kadang perubahan tata kota itu dilakukan bukan karena kebijakannya yang salah. "Tapi kesalahannya karena tidak ada kebijakan," kata Marco.

Hal itu tampak pada beberapa area kota yang bisa berubah secara tiba-tiba. Khusus untuk bangunan tua, rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian arsitektur turut menyebabkan habisnya benda-benda peninggalan itu. Masyarakat tak punya motivasi untuk merawatnya. Di luar negeri, kawasan bersejarah mendapat subsidi. Ada yang subsidi langsung dengan memberi uang, ada pula dalam bentuk insentif keringanan pajak. "Jadi kebijakan pemerintah mengenai perlindungan kawasan bersejarah harus diikuti dengan hukuman yang setimpal. Kalau tidak, orang tak punya motivasi," katanya.

Sebagai negeri yang telah berumur, Indonesia mempunyai banyak sekali benda-benda arsitektur peninggalan jaman dahulu Marco lebih suka menyebutnya sebagai pusaka arsitektur karena lebih bernilai dan tak mudah diperjualbelikan (baca: digusur atau diubah penataannya). Di kota-kota, yang menonjol adalah peninggalan kolonial dari segi arsitek. Ada yang berbentuk fisik, ada yang non-fisik, intengible dan tidak harus bersifat monumental, tapi juga bisa bersifat sehari-hari. Misalnya bentuk kota tua Jakarta. "Itukan sangat berbeda dengan bentuk bagian lain kota ini," katanya.

Misalnya bangunan di Jakarta Kota yang tidak mempunyai halaman, tapi langsung menempel dengan jalan raya. Sangat berbeda dengan bangunan di tempat lain yang berpagar, berhalaman. Sehingga hubungan orang dengan bangunan sangat jauh. Berbeda dengan di Jakarta Kota, orang bisa memegang bangunan. Itu suatu bentuk kolonial bentuk dari kota peradaban tua. Bentuk-bentuk seperti itu mempengaruhi orang sebagai pribadi dengan orang luar.

Bangunan yang biasanya menempel ke jalan biasanya bersifat umum, yang berhubungan dengan orang. Ada perasaan atau krama yang berbeda ketika rumahnya langsung berhadapan dengan jalan dibanding orang yang memiliki halaman. Misalnya bangunan yang menempel ke jalan, memiliki kontak langsung dengan orang lain. Tapi berbeda dengan orang yang punya halaman, lebih sulit untuk menghindari kontak dengan orang lain, karena ada jeda dengan adanya halaman itu.

Dari kisah itu, yang
hendak dikatakan Marco adalah bahwa pembangunan kota-kota di Indonesia bukan hanya pembangunan material, bukan hanya pembangunan produktivitas ekonomi, tapi harus juga memperhatikan reproduksi hubungan sosial. Juga peradaban. "Perspektif ini makin hilang dari pembangunan kota di Indonesia, sejak kita belajar membangun kota," katanya.

Menurut Marco, membangun peradaban itu termasuk memelihara kenangan masa lalu. Di situ pentingnya pelestarian pustaka. Kenangan masa lalu bukan hanya punya nilai estetika atau historis, tetapi memberi nilai pencapaian peradaban di masa lalu. Kalau kita tidak tahu bagaimana hidup di masa lalu secara beradab. Kita tidak pernah tahu hidup beradab. "Bangsa-bangsa yang kita anggap peradabannya tinggi saat ini, karena kita melihat mereka memelihara peradaban," katanya.

Dari segi desain, pusaka arsitektur memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri, sehingga selalu enak untuk dinikmati. Setiap kota punya nilai tersendiri. Misalnya Palembang, kota yang telah berusia 1.400 tahun. Sebagaian kitab mengenai Budhisme yang sampai ke China dan Jepang, diterjemahkan di Palembang pada tahun 670 oleh Iching, sarjana China. Diterjemahkan disana karena dia tinggal disana. "Berarti Palembang adalah kota yang berperadaban waktu itu," kata Marco.

Bandung juga bukan hanya Gedung Sate. Pada tahun 1920-an ada eksperimen rumah besar dengan rumah kecil. Di belakang rumah ada rumah kecil. Belakangnya lagi ada rumah-rumah kecil. Di tengah-tengahnya terdapat pasar. Dari pola itu ada eksperimen yang ingin diciptakan, ada hubungan sosial. Kawasan Ijen di Malang juga begitu. Jalannya sengaja tidak lurus, agak melengkung dan setiap belokan selalu ada yang pemandangan yang istimewa. Apakah berupa ruang tertentu. Jadi jalan panjang itu sengaja dilengkungkan. "Pertama, ada efek bahwa jalan itu tidak panjang. Kedua, jalan yang melengkung bisa banyak melihat obyek," katanya.

Marco Kusumawidjaja memperoleh pendidikan arsitekturnya dari Universitas Katolik Parahyangan Bandung (1986). Ia kemudian mengikuti Certified Workshop and Training Course "Housing in Development" di United Nations Center for Human Settlements (UNCHS), Bangkok (1987) dan di Leuven, Belgium (1988). Gelar Master of Architectural Engineering (MAE) diperoleh dari Catholic University of Leuven, Belgium (1988-1990).

Karya arsitektur pertamanya adalah sebuah rumah di Kupang, yang menurut pengakuannya, tak diketahui apakah rumah yang didesainnya itu direalisasi menjadi sebuah bangunan oleh pemiliknya. "Karena setelah didesain, saya pergi," katanya. Kendati bergelar arsitek, Marco memang tergolong arsitek yang "miskin" karya. Ia mengaku jarang mendesain bangunan, karena lebih tertarik menekuni dunia tata kota, misalnya merancang BSD dan Kota Tiga Raksa\--\keduanya di Tangerang, Jawa Barat. "Bangunan yang saya rancang adalah bangunan rumah saya sendiri," katanya.

Berbeda dengan aktivitasnya. Ia mengaku telah melakukan banyak hal. Ia pernah menangani beberapa proyek UNDP, diantaranya: sebagai Team Leader of National Programme Management, City Development Strategy (CDS) for 9 cities in Indonesia. Proyek tersebut dibiayai oleh Cities Alliance dan UNDP, implementasinya dikerjakan World Bank and UNCHS, Agustus 2001 hingga sekarang.

Pernah pula menjabat sebagai salah satu perangkat PBB yaitu UNDP, sebagai Urban Management Advisor and Partnership Management Expert for Breakthrough Urban Initiatives for Local Development (BUILD) Programme. Ia juga menjadi Ketua Masyarakat Binaan Lingkungan
Anggota Jaringan Pelestarian Pustaka Indonesia (JPPI).

Salah satu aktivitasnya di bidang pelestarian pusaka arsitektur, adalah kritiknya atas rencana pembangunan seni jagat Jawa di Candi Borobudur, yang oleh UNESCO pada 1991 dinyatakan sebagai pusaka dunia. Bangunan itu persis di luar batas yang disebut zona 2, atau di belakang bukit kecil. "Teorinya memang tidak terlihat dari Borobudur. Tetapi lalu lintas yang diakibatkannya akan sangat kelihatan," katanya. Dan itulah yang diprotes Marco dan kawan-kawannya.
(TEMPO)