Tampilkan postingan dengan label 05. Riau. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 05. Riau. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Oktober 2010

Jangan Lupakan Rumah LONTIOK di Riau...

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya dan bangsa yang besar melestarikan budayanya. Perkembangan zaman dan arus modernisasi membuat sebagian masyarakat Indonesia melupakan sejarah dan tidak lagi menjaga warisan budaya leluhur. Salah satu warisan budaya yang terancam punah adalah rumah adat.

Rumah adat menjadi ciri khas suatu suku. Konstruksi bangunan, tata ruang, dan ornamennya mencerminkan nilai-nilai budaya dari masing-masing suku. Di provinsi Riau banyak terdapat jenis rumah adat, salah satu diantaranya adalah rumah adat melayu, rumah Lontiok.

Rumah lontiok memiliki arsitektur khas Melayu berbentuk panggung yang dilengkapi dengan tangga di bagian depan dengan anak tangga berjumlah ganjil. Rumah ini berdinding kayu Anggau atau Dangau. Dinding tersebut miring keluar dengan hiasan kaki dinding mirip perahu atau lancang yang melambangkan penghormatan kepada Tuhan dan sesama. Di beberapa dinding terdapat ukiran khas. Atapnya melengkung keatas dan runcing. Dinding dan atap melengkung seperti perahu menyebabakan rumah tersebut disebut juga rumah Lancang. Rumah tersebut dibuat melebar dengan susunan tiga ruang ke arah belakang rumah. Ruang pertama bisa digunakan sebagai tempat berkumpul atau ruang tamu, ruang kedua sebagai ruang tidur dan ruang ketiga sebagai dapur. Di setiap rumah Lontiok biasanya dilengkapi dengan lumbung padi yang juga berbentuk panggung dan terbuat dari kayu, serta sumur yang bentuknya berbeda dengan sumur kebanyakan yang berbentuk bundar. Sumur di rumah Lontiok terbuat dari batu yang berbentuk prisma segi empat atau terlihat seperti bentuk rumah.
Saat ini, keberadaan rumah Lontiok sudah sulit ditemukan oleh karena itu, Pemerintah Riau menjadikan rumah Lontiok sebagai salah satu cagar budaya. Namun, dalam perjalanan ini, kami beruntung karena berhasil mengunjungi rumah Lontiok yang masih asli dan dihuni. Ada dua rumah yang masih tersisa di Desa Nago Beralih, Air Tiris, Riau. Rumah pertama adalah rumah Datuk Idris dan rumah kedua adalah rumah Datuk Tolak Sakti Laksamana yang diwariskan ke istrinya, Nurhayati. Kedua rumah tersebut berusia seratus tahunan. Saat ini, Datuk Idris masih menghuni rumah tersebut, sedangkan rumah kedua telah dikosongkan selama empat bulan terakhir.

Datuk Idris bercerita bahwa peneliti Malaysia yang meneliti rumahnya berkeinginan untuk membeli rumah tersebut. Datuk idris menolak tawaran itu. Menurutnya, rumah warisan leluhurnya terlalu berharga untuk ditukar dengan apapun. Itulah yang menjadi alasan kuat mengapa di usia tuanya ia tetap setia menjaga rumah tersebut. Datuk Idris telah memberikan pelajaran untuk kita semua agar menghargai dan memelihara warisan budaya leluhur. Mari Cintai Indonesia dengan melestarikan budayanya.(aci.detik.com)

Jumat, 16 Oktober 2009

RUMAH LANCANG

Rumah Lancang atau Pencalang merupakan nama salah satu Rumah tradisional masyarakat Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Indonesia. Selain nama Rumah Lancang atau Pencalang, Rumah ini juga dikenal dengan sebutan Rumah Lontik. Disebut Lancang atau Pencalang karena bentuk hiasan kaki dinding depannya mirip perahu, bentuk dinding Rumah yang miring keluar seperti miringnya dinding perahu layar mereka, dan jika dilihat dari jauh bentuk Rumah tersebut seperti Rumah-Rumah perahu (magon) yang biasa dibuat penduduk. Sedangkan nama Lontik dipakai karena bentuk perabung (bubungan) atapnya melentik ke atas.

Rumah Lancang merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di samping itu, ada kebiasaan masyarakat untuk menggunakan kolong rumah sebagai kandang ternak, wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang, tempat anak-anak bermain, dan gudang kayu, sebagai persiapan menyambut bulan puasa. Selain itu, pembangunan Rumah berbentuk panggung sehingga untuk memasukinya harus menggunakan tangga yang mempunyai anak tangga berjumlah ganjil, lima, merupakan bentuk ekspresi keyakinan masyarakat.

Dinding luar Rumah Lancang seluruhnya miring keluar, berbeda dengan dinding dalam yang tegak lurus. Balok tumpuan dinding luar depan melengkung ke atas, dan, terkadang, disambung dengan ukiran pada sudut-sudut dinding, maka terlihat seperti bentuk perahu. Balok tutup atas dinding juga melengkung meskipun tidak semelengkung balok tumpuan. Lengkungannya mengikuti lengkung sisi bawah bidang atap. Kedua ujung perabung diberi hiasan yang disebut sulo bayung. Sedangkan sayok lalangan merupakan ornamen pada keempat sudut cucuran atap. Bentuk hiasan beragam, ada yang menyerupai bulan sabit, tanduk kerbau, taji dan sebagainya.

Keberadaan Rumah Lancang, nampaknya, merupakan hasil dari proses akulturasi arsitektur asli masyarakat Kampar dan Minangkabau. Dasar dan dinding Rumah yang berbentuk seperti perahu merupakan ciri khas masyarakat Kampar, sedangkan bentuk atap lentik (Lontik) merupakan ciri khas arsitektur Minangkabau. Proses akulturasi arsitektur terjadi karena daerah Kampar merupakan alur pelayaran, Sungai Mahat, dari Lima Koto menuju wilayah Tanah Datar di Payakumbuh, Minangkabau. Daerah Lima Koto mencakup Kampung Rumbio, Kampar, Air, Tiris, Bangkinang, Salo, dan Kuok. Oleh karena Kampar merupakan bagian dari alur mobilitas masyarakat, maka proses akulturasi merupakan hal yang sangat mungkin terjadi. Hasil dari proses akulturasi tersebut nampak dari keunikan Rumah Lancang yang sedikit banyak berbeda dengan arsitektur bangunan di daerah Riau Daratan dan Riau Kepulauan.

RUMAH ADAT MELAYU

Jenis-jenis rumah adat Melayu Riau ada 5 :

  1. Balai Salaso Jatuh,
  2. Rumah Adat Salaso Jatuh Kembar,
  3. Rumah Melayu Atap Limas,
  4. Rumah Melayu Lipat Kajang dan
  5. Rumah Melayu Atap Lontik.

Bentuk rumah tradisional daerah Riau pada umumnya adalah rumah panggung yang berdiri diatas tiang dengan bangunan persegi panjang. Dari beberapa bentuk rumah ini hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannya sama saja, Kecuali rumah lontik.

RUMAH LONTIK /LANCANG (RUMAH KAMPAR) & RUMAH LIMAS MELAYU

Rumah lontik yang dapat juga disebut rumah lancang karena rumah ini bentuk atapnya melengkung keatas dan agak runcing sedangkan dindingnya miring keluar dengan hiasan kaki dinding mirip perahu atau lancang. Hal ini melambangkan penghormatan kepada Tuhan dan terhadap sesama. Rumah lontik diperkirakan dapat pengaruh dari kebudayaan Minangkabau karena kabanyakan terdapat di daerah yang berbatasan dengan Sumatera Barat. Tangga rumah biasanya ganjil, bahkan rumah lontik beranak tangga lima, Hal ini ada kaitannya dengan ajaran islam yakni rukun islam lima.

BALAI SALASO JATUH

Balai salaso jatuh adalah bangunan seperti rumah adat tapi fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat. Sesuai dengan fungsinya bangunan ini mempunyai macam-macam nama antara lain : Balairung Sari, Balai Penobatan, Balai Kerapatan dan lain-lain. Bangunan tersebut kini tidak ada lagi, didesa-desa tempat musyawarah dilakukan di rumah Penghulu, sedangkan yang menyangklut keagamaan dilakukan di masjid. Begitu pula Balai adat di Kabupaten Kampar yang disebut Balai Gadang kini tidak ada lagi.

Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran.

Di puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang disebut Salembayung atau Sulobuyung yang mengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

BALAI ADAT


SUMBER CORAK
Corak dasar Melayu Riau umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda angkasa. Benda­benda itulah yang direka-reka dalam bentuk-bentuk tertentu, baik menurut bentuk asalnya seperti bunga kundur, bunga hutan, maupun dalam bentuk yang sudah diabstrakkan atau dimodifikasi sehingga tak lagi menampakkan wujud asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti itik pulang petang, semut beriring, dan lebah bergantung.

Di antara corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Hal ini terjadi karena orang Melayu umumnya beragama Islam sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus kepada hal­hal yang berbau "keberhalaan". Corak hewan yang dipilih umumnya yang mengan­dung sifat tertentu atau yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan tempatan. Corak semut dipakai -walau tidak dalam bentuk sesungguhnya, disebut semut beriring­karena sifat semut yang rukun dan tolong-menolong. Begitu pula dengan corak lebah, disebut lebah bergantung, karena sifat lebah yang selalu memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu). Corak naga berkaitan dengan mitos tentang keperkasaan naga sebagai penguasa lautan dan sebagainya. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bulan, bintang, matahari, dan awan dijadikan corak karena mengandung nilai falsafah tertentu pula.

Ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik, lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain. Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab Alquran.
Pengembangan corak-corak dasar itu, di satu sisi memperkaya bentuk hiasan. Di sisi lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.

NAMA-NAMA CORAK

Dengan mengacu kepada sumber-sumber yang telah disebutkan di atas, lahirlah beragam nama corak Melayu Riau. Berikut ini diperikan nama-nama corak tersebut.

Corak dari Tumbuh-tumbuhan

Motif yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan (flora)

Corak bunga jumlahnya relatif banyak. Di antaranya ialah bunga bakung, bunga melati, bunga kundur, bunga mentimun, bunga hutan, bunga kiambang, bunga cengkih, bunga setaman, bunga serangkai, bunga berseluk, bunga ber­sanggit, btanga sejurai, bunga kembar, bunga tunggal, kembang selari, bunga­bungaan, dan lain-lain.

Kuntum

Corak kuntum, antara lain, ialah kuntum tak jadi, kuntum merekah, kuntum serangkai, kuntum bersanding, kuntum kembar, kuntum berjurai, kuntum jeruju, kuntum setanding, kuntum tak sudah, kuntum sejurai, dan sebagainya.

Daun

Corak daun, di antaranya, ialah daun bersusun, daun sirih, daun keladi, daun bersanggit bunga, susun sirih pengantin, susun sirih sekawan, daun berseluk, dan lain-lain.

Buah

Corak yang bersumber dari buah juga banyak terdapat dalam ragam hias Melayu Riau. Di antaranya ialah tampuk manggis, buah hutan, buah delima, buah anggur, buah setangkai, pisang-pisang, pinang-pinang, buah kasenak, buah mengkudu, delima mereka, dan lain-lain.

Akar-akaran

Corak yang berasal dari akar-akaran, antara lain, ialah kaluk pakis atau kaluk paku, akar bergelut, akar melilit, akar berpilin, akar berjuntai, akar-akaran, belah rotan, pueuk rebung, dan sebagainya.

Corak dari Hewan

Jenis Unggas

Corak dari jenis unggas, antara lain, ialah itik dan itik pulang petang, ayam jantan, ayam bersabung, burung punai, burung bangau, burung serindit, burung balam atau balam dua setengger, burung kurau, kurau mengigal, garuda menyambar, burung merak, merak sepasang, siku keluang, dan lain-lain

RAGAM ORNAMEN

Bangunan BALAI ADAT MELAYU RIAU pada umumnya diberi ragam hiasan, mulai dari pintu,jendelah,vetilasi sampai kepuncak atap bangunan,ragam hias disesuaikan dengan makna dari setiap ukiran.

Selembayung

Selembayung disebut juga “ selo bayung “ dan “tanduk buang” adalah hiasan yang terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan.pada bangunan balai adat melayu ini setiap pertemuan sudut atap di beri selembayung yang terbuat dari ukiran kayu.

Singap

Menurut para budayawan melayu selembayung ini mengandung beberapa makna antara lain:

- tajuk rumah.Selembayung menbangkitkan “cahaya” rumah.
- Pekasih rumah, yaitu lambang keserasian dalam kehidupan rumah tangga.
Tangga dewa yaitu sebagai lambang tempat turun para dewa, mambang,akuan,soko,keramat,dan sidi yang membawa keselamat bagi manusia. Dalam upacara bedukun,selembayung yang terdapat pada”balai ancak” nyamengandung makna yang mirip dengan tanggan dewa
· Rumah beradat yaitu sebagai tanda bahwa bangunan itu adalah tempat kediaman Orang berbangsa,balai atau tempat kediaman orang patut-patut. Tuah ruamah bermakna sebagai lambang bahwa bangunan itu mendatangkan tuah kepada pemiliknya. Motif ukuran selembayung(daun-daunan dan bunga)melambangkan perwujudan kasih sayang.tahu adat dan that diri.

Sayap layang-layang atau sayap layang

Hiasan ini terdapat pada keempat cucuran atap.Bentuknya hampir sama dengan selembayung, setiap bangunan yang berselembayung haruslah memakai sayap layangan sebagi padanannya. Menurut para budayawan melayu selembayung ini mengandung beberapa makna antara lain:
- Letak nya pada keempat sudut cucuran atap sebagai lambang “empat pintu hakiki”
- Lambang kebebasan,yang tergambar dalam sayap layang-layang ini adalah kebebasan yang tahu batas dan tahu diri.
Hiasan perabung ini terletak di sepanjang perabung ini,disebut “kuda berlari”. Hiasan ini amat jarang dipergunakan .hiasan ini dipergunakan pada perabung istana. Balai kerajaan. Balai adat atau kediaman resmi penguasa tertinggi di wilayahnya
Menurut para budayawan melayu hiasan perabung ini mengandung beberapa makna antara lain:

- Lambang kekuasan yaitu pemilik bangunan itu adalah penguasa tertinggi di wilayahnya
- Ukiran ditengah-tengah berlenggek-lenggek disebut kuyit-kuyit atau gombak-gombak. Ukiran ini melambangkan pusat kekuasaan.

Hiasan lebah bergantung

Hiasan yang terletak dibawah cucuran atap (lesplang ) dan kadang-kadang di bawah anak tangga disebut “lebah bergantung” atau” ombak-ombak”.Lambang ini berpijar pada motif hiasan, yakini”sarang lebah” yang tergantung didahan kayu. Menurut para budayawan melayu hiasan perabung ini mengandung beberapa makna antara lain:
Sikap rela berkorban dan tidak mementingkan diri sendiri diangat dari sifat lebah yang memberikan madunya untuk kepentingan manusia.

Hiasan pada pintu dan jendelah

Hiasan pada bagian atas pintu dan jendelah yang disebut”lambai-lambai”,melambangkan sikap ramah tamah. Hiasan “Klik-klik” disebut kisi-kisi dan jerajak pada jendelah dan pagar.Menurut para budayawan melayu hiasan pada jendelah dan pintu ini mengandung beberapa makna:
- melambangkan bahwa pemilik bangunan adalah orang yang tahu adat dan tahu diri.

Lambang pada lubang angin ventilasi

Menurut para budayawan melayu hiasan pada jendelah dan pintu ini mengandung beberapa makna
Lambang pada bidai

Bidai (singap) disebut juga”teban layar” atau “ebek” dan “tebar layar “
Bidai yang terdapat pada balai adat melayu riau adalah bidai tingkat tiga. Bangunan ini khusus untuk istana, balai kerajaan ,balai adat ,atau kediaman datuk-datuk dan orang besar kerajaan,jadi kita bisa membedakan bangunan yang satu dengan yang lain.

Rabu, 14 Oktober 2009

SELASO JATUH KEMBAR

Rumah adat di daerah Riau bernama Selaso Jatuh Kembar. Ruangan rumah ini terdiri dari ruangan besar untuk tempat tidur. ruangan bersila, anjungan dan dapur. Rumah adat ini dilengkapi pula dengan Balai Adat yang dipergunakan untuk pertemuan dan musyawarah adat.

ANDA PENGUNJUNG KE :